"Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru"
"Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku"
Penggalan lirik lagu tersebut sering dinyanyikan pada saat perpisahan SD. Bicara mengenai guru atau yang biasa disebut dengan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, memang selalu identik dengan ketulusan hati. Para guru tidak pernah mengharapkan balas jasa berupa material dari murid-muridnya. Padahal tidak sedikit jasanya yang berkontribusi membuat kita sampai bisa hidup seperti saat ini.
Menurut kacamataku, kebahagiaan seorang guru adalah jika melihat para muridnya berhasil di masa yang akan datang. Di balik semua keberhasilan tersebut, korps guru tersebut tidak pernah mengharapkan imbal jasa atau materi dari murid-muridnya yang telah berhasil. Namun, seringkali kita melupakan jasa2 para guru tersebut, tatkala kita sudah sukses dalam dunia kita. Layaknya seorang pelatih sukses, guru mungkin cukup puas dengan senyuman saat 'mendengar' anak didiknya sukses di dunia karir.
Dalam dunia sepak bola, guru identik dengan pelatih. Sosok Arsene Wenger adalah seorang guru handal. Dia sangat pandai memoles anak didiknya dari nothing menjadi super star. Lihat saja pada diri Anelka, Vieira dan Reyes. Begitu pula hasil polesan Lippi di skuad italia yang bisa meroketkan nama Fabio Grosso. Dari polesan sang guru tersebut, harga anak didik menjadi melambung tinggi. Namun apakah Wenger dan Lippi menerima persentase dari buah keberhasilannya? Cukup senyuman kepuasan yang bisa dirasakan oleh mereka, buka guyuran euro yang lari ke kantongnya. Itulah hidup seorang guru.
Guru juga sangat berbeda dengan dosen. Karena polesan guru jauh lebih terasa daripada seorang dosen. Kalau dosen mungkin hanya sebatas mengembangkan kita, namun guru sangat berjasa dalam membentuk diri kita.
Sosok seorang guru yang akan selalu kuingat adalah Ibu Enik Sutarni. Beliau adalah guru kelas VI SD ku dulu. Konon aku adalah 'anak buangan' dari SD Mangunharjo I yang tidak menerima aku saat proses penerimaan siswa baru (Salah besar tuh sekolah, gak menerima gua!). Akhirnya terbuanglah aku di SD Mangunharjo X yang letaknya menyempil di gang kecil dan sering bocor waktu ada hujan. Namun, aku bersyukur karena ada seorang Ibu Enik di situ. Satu hal yang selalu kuingat adalah, "Jangan pernah takut akan segala sesuatu, sebelum hal tersebut benar2 terjadi atau dengan kata lain jangan kalah sebelum perang". Kata2 itu selalu kuingat sampai sekarang dan sangat membantu menghilangkan rasa ketidak PeDe anku yang sering melandaku. Melalui blog ini, aku ucapakan terima kasih yang sebesar2nya untuk Ibu Enik. Semoga Tuhan membalas segala jasanya dalam bentuk yang lain.
----- AKhirnya gue coba aktifin lagi blog ini -----
Wednesday, November 29, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment