Qithoh peraturan adalah dibuat untuk membuat yang diatur berjalan sesuai koridor/tujuan untuk kepentingan bersama. Tapi di negeri ini kadang ada aja yang mau bermain2 dengan melanggar peraturan dan akibatnya orang lain dirugikan. Gw hanya orang awam, jadi contoh yang gw ambil ga muluk2 dan mungkin Anda2 sekalian pernah mengalami. Gw ambil contoh2 ini dari renungan saat berdesak2an dan bercampur segala aroma dalam laju busway koridor 1.
Kasus Pertama
Pintu halte busway pasti terbatas dan kadang karena kapasitas busway terbatas jadi timbula sebuah momok yang namanya antrian. Selagi gw magang di Bahan gw selalu di buat kesal oleh cowok dan cewek (selalu bersama) yang datang setelah gw tapi dia selalu mendahului gw dari kiri. Hm... gw mau spesifik menyebut satu kode lagi tentang cowok-cewek itu, tapi kalau kata itu tertulis, gw pasti dicap rasialis. Tp ya gimana ya, gw orangnya pluralis tp kok ya kelakuan 2 orang itu membuat gw jadi terpaksa rasialis. Tapi gw pernah puas, saat gw bisa masuk barengan ama mereka (sekali lagi gw datang lebih dulu lho!!!) meskipun kernet busway bilang ke gw, "Mas cukup mas, nanti pintu ga bisa nutup". Gara2 ulah 2 orang itu, gw jadi kena tp gw puas bisa menyamai mereka kali ini. O alah, kita ini sama2 orang susah sama2 pengen cepet ke tujuan dan mampunya hanya menyewa jasa busway, kalau ga mau antri ya naik taxi dong.
Kasus Kedua
Cobalah perhatikan stiker berwarna dasar putih di kaca busway, salah satunya bergambar piring-garpu-sendok dicoret. Nisa sepupu gw yang baru kelas 1 SD paham banget kalau itu tanda kita tidak boleh makan/minum di busway. Nah, udah tau ada tanda itu, eh suatu ketika ada 2 orang (ini orang lain dari kasus pertama, tp sekali lagi gw tidak akan menyebut satu kata yang bisa menjerumuskan gw dalam rasialisme) yang sambil berdiri di pinta membuka plastik dan makan gorengan. Kontan aja si kernet memperingatkan kalau tidak boleh makan. Tapi apa jawab salah seorang dari mereka, "Kenapa gak boleh? Di pesawat aja boleh kok makan?". O alah, kalau mau nyempetin makan ya coba aja naik Garuda Indonesia dari bandara Harmoni terus turun di bandara Blok M.
Dari 2 kasus diatas gw jadi mikir tentang kredo2 yang sering bertebaran di Indonesia, "Indonesia tidak punya sosok Pemimpin". Apakah benar kredo itu? Gw kok jadi mikir dari arah sebaliknya, "Indonesia tidak punya orang yang siap dipimpin". Selama hal itu terjadi, siapapun pemimpinya, minumnya teh botol sastro eh salah siapapun pemimpinya, pasti roda pembangunan tidak berjalan sempurna. Menurut gw, bakat2 pemimpin itu akan timbul dari mereka yang bagus saat dipimpin dan bersedia dipimpin pada saat posisi dia menjadi bawahan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment